Waspada DBD dengan Cara Mengenal DBD dan Pencegahannya

Oleh: Sahril Ramadhan
(Sekretaris BSMI Kota Bima)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh ikfeksi virus dengue yang ditularkan lewat perantara nyamuk Aedes Aegypti yang ditandai dengan gejala demam 2-7 hari disertai dengan perdarahan, penurunan jumlah trombosit darah. Gejala lain yang sering muncul  dan dapat dikategorikan sebagai gejala tidak khas yaitu sakit kepala, nyeri otot dan tulang, ruam kulit.

Nyamuk Aedes Aegypti
Selama 3 dekade terakhir, terjadi peningkatan insidensi penyakit DBD diberbagai negara terutama negara tropis dan sub-tropis. Sedangkan di Indonesia, terjadi fenomena fluktuatif kasus. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2016 DBD berjangkit pada 463 kabupaten/kota dengan angka kesakita sebesar 78,13 per 100.000 penduduk, namun angka kematian mampu ditekan dibawah 1 persen yaitu 0,79 persen (Kemenkes RI, 2017).

Tren Angka Kesakita dan Angka Kematian DBD Tahun 1968-2014
Sumber: Ditjen P2PL Kemenkes RI

Beberapa faktor yang mempengaruhi semakin meningkatnya kasus DBD yaitu: 1) perilaku masyarakat untuk hidup sehat masih sangat rendah. Perilaku masyarakat yang mempengaruhi semakin meningkatnya dan penyebar luasan penyakit DBD antara lain perilaku membuang sampah yang akan menjadi wadah perkembangbiakann nyamuk Aedes seperti kaleng dan botol bekas, ban bekas dan benda lain yang mampu menampung air. Kesadaran masyarakat untuk aktif dan ikut serta dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan metode 3M Plus. 2) perubahan iklim global adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi semakin meningkatnya kasus DBD. 3) pertumbuhan ekonomi dan 4) ketersediaan air bersih.

Kewaspadaan masyarakat terhadap tanda dan gejala DBD sangat membantu untuk mengurangi risiko terhadap keterlambatan penanganan, karena DBD memiliki tanda yang tidak spesifik pada awal perjalanannya. Tindakan awal yang bisa dilakukan oleh masyarakat apabila menjumpai tanda dan gejala yaitu dengan melakukan tirah baring selama demam, memberikan obat penurun panas seperti parasetamol, memberikan kompres hangat, minum banyak untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dan bila tidak terjadi perubahan pada kondisi keluarga agar segera membawa ke Puskesmas atau dokter terdekat.

Nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor penular penyakit DBD memiliki habitat perkembangbiakan pada tempat yang dapat menampung air baik didalam, diluar dan sekitar rumah. Habitat perkembangbiakannya antara lain tempat penampungan air seperti drum, tangki, tempayan, bak mandi, dan ember, ban, kaleng, botol, plastik, pelepah pisang, dan wadah penampung air yang ada pada dispenser dan kulkas. Nyamuk Aedes Aegypti biasa menggigit pada pagi dan petang hari antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. 

Beberapa metode yang direkomendasikan dalam upaya untuk mengendalikan vektor penyakit DBD adalah pengendalian secara fisik/mekanik, pengendalian secara biologi, pengendalian secara kimiawi dan pengendalian vektor terpadu. Pengendalian secara fisik.mekanik merupakan pengendalian DBD dengan cara memberantas sarang nyamuk dengan cara menguras bak mandi/bak penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang bisa menjadi media perkembangbiakan nyamuk. Pengendalian secara biologi yaitu pengendalian vektor dengan menggunakan predator/pemangsa sebagai musuh alami nyamuk antara lain ikan pemakan jentik nyamuk dan penggunaan insektisida biologi. Sedangkan pengendalian secara kimiawi adalah pengendalian yang sangat familiar di lingkungan dan tak heran menjadi pilihan masyarakat untuk memberantas nyamuk.  Penggunaan insektisida secara kimiawi merupakan pengendalian dengan sasaran nyamuk stadium dewasa dan pra-dewasa. Pengunaannya sendiri harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan termasuk mamalia. Penggunaan insektisida yang tidak tepat, berulang dalam jangka waktu lama pada suatu ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi atau kekebalan nyamuk terhadapa jenis insektisida yang diberikan. Apabila nyamuk sudah kebal, maka akan semakin sulit untuk mengendalikan vektor penular penyakit DBD yang akan berimbas pada peningkatan kasus dan berdampak pada risiko adanya kasus kematian karena terlambatnya penanganan DBD pada masyarakat.

Masih tingginya persepsi dan cara pandang masyarakat selama ini terhadap penanganan nyamuk demam berdarah dengue dengan melakukan fogging atau penyemprotan adalah salah. Karena, jika salah dalam pemberian perlakuan maka dapat berdampak pada masyarakat itu sendiri. Kewaspadaan dini terhadap DBD dapat dilakukan dengan melakukan PSN dan kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan.

Pustaka:
Kemenkes RI, 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI.

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

BSMI NTB

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.